Jumat, 12 Agustus 2011

askep bronkhopneumonia




BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.   Tinjauan Teoritis Bronkopneumonia
1.       Pengertian
Bronkopneumonia merupakan infeksi akut dari ruang alveoli paru-paru yang berdampingan dengan bronkus. (Rosa M. Sacharin, 1996:358-359)
Bronkopneumonia terdiri dari kata bronko yaitu bronkhus dan pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai paru-paru (alveoli).  Jadi Bronkhopneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai paru-paru (alveoli) serta mengenai bronkus. (http : // www. Klinik pria. Com / data topik / depada pneumonia / html) ? id : 5.
Pada anak-anak, pneumonia seringkali disertai dengan infeksi saluran pernapasan yang mengenai jaringan paru (alveoli) hingga bronkus dan bersifat akut (mendadak) sehingga disebut bronkopneumonia.  (http : //www. cybermet. com / detail_pyk).
Bronkopneumonia merupakan jenis penyakit yang menyerang pernapasan bayi, terserang atau tidaknya penyakit hyaline membran atau pernapasan, bayi membutuhkan suplemen atau tambahan oksigen untuk pencegahan.  Bronkopnemunia disebut juga penyakit paru-paru, gejala ini ditandai dengan mucosal dysplasia, fibrosa dan bronkovaskuler musclehypertrophy, rongga dasar, dan kesulitan bernapas menimbulkan kekurangan disfusi oksigen dari alveoli menuju capillaries (Marie, S dan Daffe, 1993:145).
Pada literatur lain juga dijelaskan mengenai bronkopneumonia yaitu radang pada bronkhial sampai ke ujung-ujung dan gelembung-gelembung alveoli.  Penyakit ini biasanya mengancam mereka yang lemah, bayi, anak-anak dan orang tua. Mereka yang menderita penyakit kronis yang melemahkan keadaan umum atau mengalami imunasupresi. (Robbin dan Kumar, 1995 : 155).
2.       Etiologi
Menurut Robbins (2000:155) etiologi bronkopneumonia terbagi atas :
a.    Bakteri      : Pneumococcus, streptococcus, stafilococcus
b.   Virus         : Virus influenza, virus respiratory syncitas
c.    Aspirasi     : makanan, benda-benda asing, cairan amnion
d.   Jamur        : Aspergilus, histoplasma
e.    Sindrom     : reaksi terhadap alergi  
Berikut ini adalah faktor-faktor yang meningkatkan resiko penyakit bronkopneumonia:
1.   Umur di bawah 2 bulan
2.   Gizi kurang
3.   Berat badan rendah
4.   Tidak mendapat ASI memadai
5.   Polusi udara
6.   Kepadatan tempat tinggal
7.   Imunisasi yang tidak memadai
      (Sumber : http : // www. klinik pria. com / data topik / depada pneumonia. Html)
3.       Patofisiologi
Patofisiologi bronkopneumonia menurut Wilson Prince (1995:710-711) adalah merupakan respon yang ditimbulkan tergantung kepada agen penyebabnya. Streptococcus pneumomae adalah sebab yang paling sering, baik yang didapat dari masyarakat maupun dari rumah sakit.  Patogenesis bronkopneumonia merupakan yang paling banyak diselidiki.
Streptococcus Pneumonia


 




Respon Peradangan






 



 Edema alveolar                          Pembentukan eksudat



 


Alveoli dan bronkiolus terisi cairan eksudat, sel darah, fibrin bakteri

Sumber : Dari Prescilla Lemon dan Karen M. Burke (1996). Medical   and Surgical Nursing, California : Addison Wesley

Sesudah agen-agen mikrobial masuk ke paru, mereka semakin banyak dan cepat mengakibatkan peradangan paru-paru. Ruang udara di alveoli terisi cairan eksudat dan yang mengakibatkan radang menyerang septa alveoli. eksudat alveoli akhirnya berkonsolidasi dan sukar dikeluarkan. (Jacquelyn, 2000:580-581).
Pneumokok mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva.  Lobus bagian bawah paru-paru paling sering terkena karena afek gravitasi.  Setelah mencapai alveoli, pneumokok menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang berurutan :
a.    Kongesti (4 sampai 12 jam pertama): eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
b.   Hepatisasi merah (40 jam berikutnya) : paru-paru tampak merah dan bergranula (hepatisasi : seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit polimorfonuklear mengisi alveoli.
c.    Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru-paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
d.   Resolusi (7 sampai 11 hari) : eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.
Secara makroskopik, paru menunjukkan fokus konsolidasi dan supurasi yang tersebar dan menimbul.  Gambaran histologik terdiri atas eksudat akut (neutrofilik) supuratif mengisi ruang dan saluran udara, biasanya sekitar bronkus dan bronkiolus.  Resolusi eksudat mengendalikan struktur paru normal, tetapi organisasi dapat terjadi berakibat pembentukan jaringan parut fibrotik atau penyakit yang agresif mungkin menimbulkan abses (menurut Robbin dan Kumar, 1996:442).
4.       Manifestasi Klinik
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari.  Suhu tubuh naik mendadak sampai 39-400 C dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi, gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang-kadang disertai muntah dan diare.  Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi produktif. (Ngastiyah, 1997:40-44).
5.       Pemeriksaan Penunjang
Pada klien dengan bronkopneumonia jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan menurut Ngastiyah (1997:40-44) meliputi :




a.    Pemeriksaan Diagnostik
1).  Foto thorak                          : pada foto thorak bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus.
2).  Pemeriksaan fungsi paru :      volume mungkin turun, tekanan jalan nafas mungkin meningkat.
b.   Pemeriksaan Laboratorium
1)   Gambaran darah tepi menunjukkan leukositosis : 15.000-40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri.
2)   Kuman penyebab dapat dibiakkan dari usapan tenggorokan dan mungkin juga dari darah.
3)   Urin berwarna lebih tua.
4)   Albumin ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak hialin.
5)   AGD arteri menunjukkan asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi CO2.
6.       Penatalaksanaan
Pengobatan berdasarkan etiologi dan uji resistensi  (menurut Ngastiyah  40-44) :
a.    Penisillin 50.000 U / kg BB / hari ditambah kloramfenikol 50-70 mg / Kg BB / hari atau antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisillin. Pengobatan sampai bebas demam 4-5 hari.
b.   Pemberian oksigen dan cairan IV : campuran Glukose 5 % dan NaCl 0,9 % perbandingan 3 : 1 ditambah larutan KCl 10 Meg / 500 ml / botol infus.
c.    Asidosis metabolik koreksi dengan hasil AGD arteri
d.   Istirahat di tempat tidur
e.       Posisi semi fowler bila sesak napas.

B.   Tinjauan Teoritis Keperawatan Bronkopneumonia
1.       Pengkajian
Pengkajian  dengan bronkopneumonia menurut (Doengoes, 2004 : 164 - 165), meliputi :
a.    Aktivitas / istirahat
      Gejala        : kelemahan, kelelahan, insomnia
      Tanda        : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b.   Sirkulasi
      Gejala        : riwayat adanya GGK / GJK kronis
      Tanda        : Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat
c.    Makanan / cairan
      Gejala        : kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, distensi
                          abdomen.
      Tanda        : Distensi abdomen, hiperperistaltik usus, kulit kering
                          Dengan turgor buruk, malnutrisi.
d.   Pernafasan
      Gejala         :  riwayat adanya infeksi saluran kemih kronis, penyakit paru obstraksi menahun, takipnea, dispnea progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesoris, pelebaran nasal.
      Tanda         :  Sputum merah muda, berkarat atau puralen, perkusi pekak di atas area yang konsolidasi, fremitus taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi, bunyi nafas menurun dan tidak ada di atas area yang terikat atau nafas bronkhial, warna pucat atau sianosis bibir atau kuku.
e.    Neurosensori
      Gejala         :  sakit kepala daerah frontal (influenza)
      Tanda         :  perubahan mental (bingung, somnolen)


f.    Nyeri / kenyamanan
      Gejala         :  sakit kepala, nyeri dada (pleuritik) meningkat oleh batuk, nyeri dada substernal (influenza), mialgia, artralgia.
g.    Keamanan  
      Gejala         :  riwayat gangguan sistem imun,misal AIDS, penggunaan streoid atau kemoterapi, demam (misal 38,50 C – 39,50 C).
      Tanda         :  berkeringat, menggigil berulang, gemetar.
2.       Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan bronkopneumonia menurut Doengoes (2000 : 164-174) meliputi :
a.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeal bronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
b.   Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi), gangguan kapasitas pembawa oksigen darah (demam, perpindahan kurva oksi hemoglobin).
c.    Resiko tinggi terhadap (penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernapasan), ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun) penyakit kronis, mal nutrisi.
d.   Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.
e.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
f.    Kurang pengetahuan ; kebutuhan belajar mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang terpajan, kesalahan interpretasi, kurang mengingat, kurang informasi mengenai proses penyakit.

3.       Perencanaan
Rencana tindakan yang dapat dilakukan pada klien dengan Bronkopneumonia sesuai dengan diagnosis keperawatan di atas, menurut Doengeos (2000 : 164-174) adalah sebagai berikut:
a.    Rencana Intervensi Diagnosa Keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeal bronkhial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
1)   Mandiri
a)   Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tidak ada aliran udara dan bunyi nafas adventesius, misal : krekles, mengi.
      Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Krekles, ronki dan mengi terdengar inspirasi atau ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan, sekret kental dan spasme jalan napas atau obstruksi.
b)   Bantu pasien latihan nafas sering. Tunjukkan dan bantu pasien mempelajari melakukan batuk, misal : menekan dada dan batuk.
      Rasional : nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih kecil, penekanan menurunkan ketidaknyamanan duduk meningkatkan upaya napas lebih dalam dan kuat.
c)   Pengisapan sesuai indikasi
      Rasional : merangsang batuk atau pemberian jalan napas secara mekanik pada pasien yang tidak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
2)   Kolaborasi
a)   Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik.
      Rasional : alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan neobolisasi sekret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk atau menekan nafas.
b)   Berikan cairan tambahan, misal : IV, oksigen humidifikasi dan ruang humidifikasi
      Rasional : cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan (termasuk yang tampak) dan memobilisasikan sekret.
b.   Rencana Intervensi Diagnosa Keperawatan kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler (afek inflamasi), gangguan kapasitas pembawa oksigen darah (demam, perpindahan kurva oksihemoglobin).
1)   Mandiri
a)   Kaji frekuensi kedalaman dan kemudahan bernapas
      Rasional : manifestasi distress pernapasan tergantung pada atau indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b)   Kaji warna kulit, membran mukosa  dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
      Rasional : sianosis kuku menunjukkan vaso kontriksi atau respon tubuh terhadap demam atau menggigil. Namun sianosis daun telinga membran mukosa dan kulit sekitar mulut (membran hangat) menunjukkan hipoksemia sistemik
c)   Kaji status mental
      Rasional : Gelisah, mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan hipoksemia atau penurunan oksigen serebral.
d)   Awasi frekuensi mental
      Rasional : Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam atau dehidrasi tetapi dapat sebagai respon terhadap hipoksemia.
2)   Kolaborasi
a)   Berikan terapi oksigen dengan benar.
      Rasional : tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.  Oksigen diberikan dengan metode yang diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
b)   Awasi analisa gas darah, nadi oksimetri
      Rasional : mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.
c.    Rencana Intervensi Diagnosa Keperawatan resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernapasan), ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun) penyakit kronis, mal nutrisi.
      1)  Mandiri
a)   Pantau tanda-tanda vital dengan ketat, khususnya selama awal terapi
      Rasional : selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (hipotensi atau syok).
b)   Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret (misal : meningkatkan pengeluaran dari pada menelannya) dan melaporkan perubahan warna, jumlah dan bau sekret.
      Rasional : meskipun klien dapat menemukan pengeluaran dan upaya membatasi atau menghindarinya penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara aman. Perubahan karakteristik sputum menunjukkan perbaikan bronkopneumonia atau terjadinya infeksi sekunder.
c)   Tunjukkan atau dorong tehnik mencuci tangan yang baik.
      Rasional : meningkatkan berarti menurunkan penyebaran atau tambahan infeksi
d)   Ubah posisi dengan sering dan berikan pembuangan paru yang baik.
      Rasional : meningkatkan pengeluaran pembersihan infeksi.
e)   Batasi pengunjung sesuai indikasi
      Rasional : menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.
2)   Kolaborasi
a)   Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum atau darah, misal : penicillin, eritromisin, tetrasiklin, amikalin, sefaloporin, amantadin.
      Rasional : obat ini digunakan untuk membunuh kebanyakan bronkopneumonia mikrobial kombinasi anti viral dan anti jamur mungkin digunakan bila bronkopneumonia diakibatkan oleh organisme campuran.
d.   Rencana atau Intervensi Diagnosa Keperawatan nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap
1)   Mandiri
a)   Tentukan karakteristik nyeri, misal : tajam, konstan, ditusuk, selidiki perubahan karakter atau lokasi atau intensitas nyeri.
      Rasional : nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pada bronkopneumonia, juga dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis
b)   Pantau tanda vital
      Rasional : perubahan frekuensi jantung atau tekanan darah menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
c)   Berikan tindakan nyaman, misalnya : pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang atau perbincangan, relaksasi atau latihan napas.
      Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
d)   Anjurkan untuk membersihkan mulut lebih sering
      Rasional : pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
e)   Anjurkan dan bantu pasien dalam tehnik menekan dada selama episode batuk.
      Rasional : alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
2)   Kolaborasi
      Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi : obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau piroksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan atau istirahat umum.
e.    Rencana atau Intervensi Diagnosa Keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia dan distensi abdomen.
1)   Mandiri
a)   Identifikasi faktor yang menimbulkan mual dan muntah, misalnya : sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
      Rasional : pilihan, intervensi, tergantung pada penyebab masalah.
b)   Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. Berikan atau bantu kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan, aerosol dan pastural drainase dan sebelum makan.
Rasional    : menghilangkan tanda bahaya, rasa bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual.
c)   Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya satu jam sebelum makan
Rasional    :   menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini
d)   Auskultasi bunyi usus, observasi atau pulpasi distensi abdomen
Rasional    :     bunyi usus mungkin menurun atau tak ada bila proses infeksi berat atau menunjang. Distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara atau menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastrointestinal.
e)   Berikan makan porsi kecil dan sering
Rasional    :    tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
2)   Kolaborasi
      Berikan antiemetik, antipiretik atau analgesik
f. Rencana intervensi diagnosa keperawatan kurang pengetahuan; kebutuhan belajar mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang terpajan, kesalahan interpretasi, kurang mengingat, kurang informasi mengenai proses penyakit.
1)   Mandiri
a)  Kaji fungsi normal paru, patologi kondisi.
Rasional    :     Meningkatkan pemahaman situasi yang ada dan penting menghubungkannya dengan program pengobatan.
b) Diskusikan aspek ketidak mampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan, identifikasi perawatan diri dan kebutuhan / sumber pemeliharaan rumah. 
Rasional    :     Informasi dapat meningkatkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah yang berlebihan.
c)   Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional    :     Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mengasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
d) Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan
Rasional    :     Selama awal 6 – 8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari bronkopneumonia.
e)  Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan.
Rasional    :     Penghentian dini antibiotik dapat mengakibatkan iritasi mukosa bronkus dan menghambat makrofag alveolar, mempengaruhi pertahanan alami tubuh melawan infeksi.
f) Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misal: istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik, menghindari kerumunan selama musim pilek atau flu dan orang yang mengalami infeksi saluran nafas atas
Rasional    :     Meningkatkan pertahanan alamiah /  imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
g)  Tekankan pentingnya melanjutkan evaluasi medik dan vaksin / imunisasi dengan tepat.
Rasional    :     Dapat mencegah kambuhnya bronkopneumonia atau komplikasi yang berhubungan.
h)  Identifikasi tanda / gejala yang memerlukan laporan pemberian perawatan kesehatan, misal: peningkatan dispnea, nyeri dada, kelemahan memanjang, kehilangan berat badan, demam / menggigil, menetapnya batuk produktif, perubahan mental.
Rasional    :     Upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah / meminimalkan komplikasi.
4.       Evaluasi
      Evaluasi yang dapat dilakukan pada klien dengan bronkopneumonia menurut Doengoes (2000: 164-174) meliputi :
a)   Mengidentifikasi atau menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas dan bunyi nafas bersih.
b)   Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dan tidak gejala distress pernapasan.
c)   Mencapai waktu perbaikan injeksi toleransi komplikasi
d)   Menyatakan nyeri hilang
e)   Menunjukkan peningkatan nafsu makan.

Kamis, 28 Juli 2011

ASKEP LEUKEMIA PADA ANAK


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN DIAGNOSA LEUKIMIA LIMFOSITIK AKUT
PENGKAJIAN
I. Biodata
Leukemia Limfositik Akut (LLA) paling sering menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun, dengan puncak insiden antara 3-4 tahun. Penderita kebanyakan laki-laki dengan rasio 5:4 jika dibandingkan dengan perempuan.
II. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam (jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala.
2. Riwayat Perawatan Sebelumnya
Riwayat kelahiran anak :
§ Prenatal
§ Natal
§ Post natal
Riwayat Tumbuh Kembang
Bagaimana pemberian ASI, adakah ketidaknormalan pada masa pertumbuhan dan kelainan lain ataupun sering sakit-sakitan.
3. Riwayat keluarga
Insiden LLA lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang terlebih pada kembar monozigot (identik).
III. Kebutuhan Dasar
a. Cairan : Terjadi deficit cairan dan elektrolit karena muntah dan diare.
b. Makanan : Biasanya terjadi mual, muntah, anorexia ataupun alergi makanan. Berat badan menurun.
c. Pola tidur : Mengalami gangguan karena nyeri sendi.
d. Aktivitas : Mengalami intoleransi aktivitas karena kelemahan tubuh.
e. Eliminasi : Pada umumnya diare, dan nyeri tekan perianal.
IV. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum tampak lemah
Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : dbn
Nadi :
Suhu : meningkat jika terjadi infeksi
RR : Dispneu, takhipneu
c. Pemeriksaan Kepala Leher
Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri), perdarahan gusi
Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke SSP.
d. Pemeriksaan Integumen
Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika terjadi dehidrasi.
e. Pemeriksaan Dada dan Thorax
- Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostae.
- Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada
- Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
- Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
f. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltic usus, palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa.
- Perkusi tanda asites bila ada.
g. Pemeriksaan Ekstremitas
Adakah cyanosis kekuatan otot.
V. Informasi Lain
* Perangkat Diagnostik
o Temuan laboratorium berupa perubahan hitung sel darah spesifik.
o Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan proliferasi klonal dan penimbunan sel darah.
* Penatalaksanaan
- Kemoterapi dengan banyak obat
- Antibiotik untuk mencegah infeksi
- Tranfusi untuk mengatasi anemia
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA TINDAKAN
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan :
1) Tidak adekuatnya pertahanan sekunder
2) Gangguan kematangan sel darah putih
3) Peningkatan jumlah limfosit imatur
4) Imunosupresi
5) Penekanan sumsum tulang ( efek kemoterapi 0
Hasil yang Diharapkan :
Infeksi tidak terjadi,
Rencana tindakan :
1) Tempatkan anak pada ruang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi
Rasional ; Melindungi anak dari sumber potensial patogen / infeksi
2) Berikan protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua staf petugas
Rasional : mencegah kontaminasi silang / menurunkan risiko infeksi
3) Awasi suhu. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan chemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan tachicardi, hiertensi
Rasional : Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi dan demam terjadi pada kebanyakan pasien leukaemia.
4) Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, batuk.
Rasional ; Mencegah statis secret pernapasan, menurunkan resiko atelektasisi/ pneumonia.
5) Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut secara periodic. Gnakan sikat gigi halus untuk perawatan mulut.
Rasional : Rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme patogen
6) Awasi pemeriksaan laboratorium : WBC, darah lengkap
Rasional : Penurunan jumlah WBC normal / matur dapat diakibatkan oleh proses penyakit atau kemoterapo.
7) Berikan obat sesuai indikasi, misalnya Antibiotik
Rasional ; Dapat diberikan secara profilaksis atau mengobati infeksi secara khusus.
8)Hindari antipiretik yang mengandung aspirin
Rasional ; aspirin dapat menyebabkan perdarahan lambung atau penurunan jumlah trombosit lanjut
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan :
1) Kehilangan berlebihan, mis ; muntah, perdarahan
2) Penurunan pemasukan cairan : mual, anoreksia.
Hasil Yang Diharapkan :Volume cairan tubuh adekuat, ditandai dengan TTV dbn, stabil, nadi teraba, haluaran urine, BJ dan PH urine, dbn.
Rencana Tindakan :
1) Awasi masukan dan pengeluaran. Hitung pengeluaran tak kasat mata dan keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urine pada pemasukan adekuat. Ukur berat jenis urine dan pH Urine.
Rasional ; Penurunan sirkulasi sekunder terhadap sel darah merah dan pencetusnya pada tubulus ginjal dan / atau terjadinya batu ginjal (sehubungan dengan peningkatan kadar asam urat) dapat menimbulkan retensi urine atau gagal ginjal.
2) Timbang BB tiap hari.
Rasional : Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal. Pemasukan lebih dari keluaran dapat mengindikasikan memperburuk / obstruksi ginjal.
3) Awasi TD dan frekuensi jantung
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemik (perdarahan/dehidrasi)
4) Inspeksi kulit / membran mukosa untuk petike, area ekimotik, perhatikan perdarahan gusi, darah warn karat atau samar pada feces atau urine; perdarahan lanjut dari sisi tusukan invesif.
Rasional ; Supresi sumsum dan produksi trombosit menempatkan pasien pada resiko perdarahan spntan tak terkontrol.
5) Evaluasi turgor kulit, pengiisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa.
Rasional ; Indikator langsung status cairan / dehidrasi.
6) Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan / perdarahan, ex : sikat gigi atau gusi dengan sikat yang halus.
Rasional ; Jaringan rapuh dan gangguan mekanis pembekuan meningkatkan resiko perdarahan meskipun trauma minor.
7) Berikan diet halus.
Rasional : Dapat membantu menurunkan iritasi gusi.
8)Berikan cairan IV sesuai indikasi
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan / elektrolit pada tak adanya pemasukan melalui oral; menurunkan risiko komplikasi ginjal.
9) Berikan sel darah Merah, trombosit atau factor pembekuan
Raional : Memperbaiki jumlah sel darah merah dan kapasitas O2 untuk memperbaiki anemia. Berguna mencegah / mengobati perdarahan.
3. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan :
· Agen fiscal ; pembesaran organ / nodus limfe, sumsum tulang yang dikmas dengan sel leukaemia.
· Agen kimia ; pengobatan antileukemia.
Rencana Tindakan ;
1) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan petunjuk nonverbal,rewel, cengeng, gelisah
Rasional ; Dapat membantu mengevaluasi pernyatan verbal dan ketidakefektifan intervensi.
2) Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan stress
Rasional ; Meingkatkan istirahat.
3) Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstremitas denganan bantal
Rasional ; Menurunkan ketidak nyamanan tulang/ sensi
4) Ubah posisi secara periodic dan berikan latihan rentang gerak lembut.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi jaringan dan mobilisasi sendi.
5) Berikan tindakan ketidaknyamanan; mis : pijatan, kompres
Rasional ; Meminimalkan kebutuhan atau meningkatkan efek obat.
6) Berikan obat sesuai indikasi.
4. Intoleransi aktivitas sehubungan deengan transport O2 karena berkurangnya jumlah sel darah merah
1) Kaji / tekanan darah dan ritme sekurang-kurangnya 4 jam sekali
2) Diskusikan dengan orang tua / anak tentang gejala dan tanda anemia serta pilihan perawatan yang dapat dilakukan
3) Berikan PRBC sesuai dengan perintah
4) Atur tindakan untuk memberikan waktu istirahat
5. Resiko tinggi terhadap injuri (internal) sehubungan dengan inadequat faktor
penggumpalan (platelet)
1) Monitor jumlah platelet setiap hari
2) Amati sekresi hidung, sputum, emesis, urine dan feses
3) Minimmalkan / hindari tindakan invasive
- Injeksi IM, IV, SC, puncture
- Thermometer rektal
- Koordinasi tindakan invasive yang penting dengan IV
- Sediakan kompres dingin untuk diletakkan setelah dan sebelum tinakan punctur
- Berikan tekanan selama 5 menit
- Gunakan fibrin atau foam gelatin untuk mengatasi perdarahan
- Ubah tempat / daerah untuk tourniquet dan cuff tekanan darah
- Gunakan sikat gigi yang lembut untuk oral care
- Hindari tahanan
4) Cegah konstipasi
5) Ciptakan lingkungan yang aman dan tenang
- Menganjurkan anak memakai sepatu saat melakukan ambulasi
- Sediakan mainan yang lembut dan aktivitas yang menyenangkan
- Jaga kebersihan lingkungan, jauhkan dari hal-hal yang mengganggu
6) Instruksikan pasien untuk memperhatikan perubahan aktifittas yang tepat (sesuai usia) untuk meminimalkan resiko trauma
6. Anxietas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang diagnosa baru dan
rencana perawatan
1) Beritahu informasi kepada orang tua mengenai diagnosa dan perawatan yang akan diberikan
2) Perkenalkan keluarga pada keluarga yang lain yang memiliki anak dengan terapi dan diagnosa yang sama
3) Sediakan instruksi secara lisan dan tertulis tentang :
- Tindakan pencegahan yang dilakukan dirumah
- Kemungkinan atau alasan-alasan untuk memberitahu tim kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Asuhan Keperawatan Anak dengan Leukemia


A. Definisi
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Proliferasi juga terjadi di hati, limpa, dan nodus limfatikus. Terjadi invasi organ non hematologis seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal, dan kulit.
Leukemia limfositik akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak. Leukemia tergolong akut bila ada proliferasi blastosit (sel darah yang masih muda) dari sumsum tulang. Leukemia akut merupakan keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran organ-organ lain. Leukemia tergolong kronis bila ditemukan ekspansi dan akumulasi dari sel tua dan sel muda (Tejawinata, 1996).
Selain akut dan kronik, ada juga leukemia kongenital yaitu leukemia yang ditemukan pada bayi umur 4 minggu atau bayi yang lebih muda.
B. Etiologi
Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan besar karena virus (virus onkogenik).
Faktor lain yang berperan antara lain:
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras
3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).
Faktor predisposisi:
1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell leukimia-lymphoma virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur
6. Kelainan kromosom
Jika penyebab leukimia disebabkan oleh virus, virus tersebut akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia jika struktur antigen virus tersebut sesuai dengan struktur antigen manusia. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh(antigen jaringan). Oleh WHO, antigen jaringan ditetapkan dengan istilah HL-A (human leucocyte locus A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga peranan faktor ras dan keluarga sebagai penyebab leukemia tidak dapat diabaikan.
C. Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah normal.
Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:
1. Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering ditemukan pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini diakibatkan karena produksi yang dihasilkan adalah sel yang immatur.
2. Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses infiltrasi dan sebagai bagian dari konsekuensi kompetisi untuk mendapatkan elemen makanan metabolik.
patofis-leukimia



D. Klasifikasi Leukimia
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena. Insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Krinis (LMK)
LMK juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namu lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMK jarang menyerang individu dibawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran LMA tetapi dengan tanda dan gejala yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
3. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 – 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit.
4. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun. LLA jarang terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
E. Tanda dan Gejala
1. Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
2. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.
3. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
4. Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
5. Penurunan nafsu makan
6. Kelemahan dan kelelahan fisik
F. Gambaran Klinis
Gejala yang khas berupa pucat (dapat terjadi mendadak), panas, dan perdarahan disertai splenomegali dan kadang-kadang hepatomegali serta limfadenopati. Perdarahan dapat didiagnosa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi, dsb.
Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalahartikan sebagai penyakit rematik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast (menunjukkan gejala patogonomik untuk leukemia).
Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.
70 – 90% dari kasus leukemia Mielogenus Kronis (LMK) menunjukkan kelainan kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph 1).
50 – 70% dari pasien Leukemia Limfositik Akut (LLA), Leukemia Mielogenus Akut (LMA) mempunyai kelainan berupa:
- Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
- Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid (2n+a)
- Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
- Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan kromosom normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil. Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel patologis.
H. Penatalaksanaan
o Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996) yaitu:
1. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
- Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi trombosit.
- Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
2. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
- Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang tampak.
- Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
- Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
- Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi
3 fase Pelaksanaan Kemoterapi:
1. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
2. Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison melalui intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
3. Konsolidasi
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
o Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
I. Asuhan Keperawata
Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d intake dan output cairan, kehilangan berlebihan: muntah, perdarahan, diare, penurunan pemasukan cairan: mual, anoreksia, peningkatan kebutuhan cairan: demam, hipermetabolik.
Tujuan: volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil:
- Volume cairan adekuat
- Mukosa lembab
- Tanda vital stabil: TD 90/60 mmHg, nadi 100x/menit, RR 20x/menit
- Nadi teraba
- Pengeluaran urin 30 ml/jam
- Kapileri refill <2 detik
Intervensi:
a. Monitor intake dan output cairan
b. Monitor berat badan
c. Monitor TD dan frekuensi jantung
d. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa
e. Beri masukan cairan 3-4 L/hari
f. Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feses dan urin, perdarahan lanjut dari sisi tusukan invasif.
g. Implementasikan tindakan untuk mencegah cidera jaringan/perdarahan
h. Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan
i. Berikan diet makanan halus
j. Kolaborasi:
- Berikan cairan IV sesuai indikasi
- Awasi pemeriksaan laboratorium: trombosit, Hb/Ht, pembekuan
- Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan
- Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri subklavikula, tunneld, port implan)
- Berikan obat sesuai indikasi: allopurinol, kalium asetat atau asetat, natrium bikarbonat, pelunak feses.
2. Nyeri b.d agen cidera fisik
Tujuan: nyeri teratasi
Kriteria hasil:
- Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
- Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
- Tampak rileks dan mampu istirahat
Intervensi:
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat nyeri (gunakan skala 0-10)
b. Awasi tanda vital, perhatikan petujuk non-verbal misal tegangan otot, gelisah
c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
d. Tempatkan klien pada posisi nyaman dan ganjal sendi, ekstremitas dengan bantal.
e. Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut.
f. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan, kompres dingin dan dukungan psikologis)
g. Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan klien
h. Evaluasi dan dukung mekanisme koping klien
i. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri. Contoh: latihan relaksasi/nafas dalam, sentuhan.
j. Bantu aktivitas terapeutik, teknik relaksasi.
k. Kolaborasi:
- Awasi kadar asam urat, berikan obat sesuai indikasi: analgesik (asetaminofen), narkotik (kodein, meperidin, morfin, hidromorfin), agen ansietas (diazepam, lorazepam)
3. Risiko tinggi infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh sekunder (gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur, imunosupresi, penekanan sumsum tulang)
Tujuan: klien bebas dari infeksi
Kriteria hasil:
- Keadaan temperatur normal
- Hasil kultur negatif
- Peningkatan penyembuhan
Intervensi:
a. Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi
b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung
c. Awasi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi, perubahan mentak samar.
d. Cegah menggigil: tingkatkan cairan, berikan kompres
e. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan batuk
f. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronchi; inspeksi sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningkatan sputum atau sputum kental.
g. Inspeksi kulit untuk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Bersihkan kulit dengan larutan antibakterial.
h. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
i. Tingkatkan kebersihan perianal
j. Diet tinggi protein dan cairan
k. Hindari prosedur invasiv (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin
l. Kolaborasi
- Awasi pemeriksaan lab. Misal: hitung darah lengkap, apakah SDP turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur gram/sensitivitas.
Kaji ulang seri foto dada, berikan obat sesuai indikasi, hindari antipiretik yang mengandung aspirin, berikan diet rendah bakteri, misal makanan dimasak.
4. Risiko terjadi perdarahan b.d trombositopenia
Tujuan: klien bebas dari gejala perdarahan
Kriteria hasil:
- TD 90/60 mmHg
- Nadi 100x/menit
- Ekskresi dan sekresi negatif terhadap darah
- Ht 40-54%(laki-laki), 37-47%(perempuan)
- Hb 14-18 gr%
Intervensi:
a. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ml, risiko terjadi perdarahan. Pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan.
b. Minta klien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah dari gusi
c. Inspeksi kkulit, mulut, hidung, urin, feses, muntahan, dan tempat tusukan IV terhadap perdarahan.
d. Gunakan jarum ukuran kecil
e. Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres dingin dan tekan perlahan
f. Beri bantalan tempat tidur untuk mencegah trauma
g. Anjurkan pada klien untuk menggunakan sikat gigi halus atau pencukur listrik.
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan: klien mampu menoleransi aktivitas
Kriteria hasil:
- Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
- Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
- Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi, pernafasan, dan TD dalam batas normal
Intervensi:
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan.
b. Implementasikan teknik penghematan energi. Contoh: lebih baik duduk daripada berdiri.
c. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Jaga kebersihan mulut. Berikan antiemetik sesuai indikasi.
d. Kolaborasi: berikan oksigen tambahan.
J. Bibliografi
Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Merdeka.