Kamis, 21 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN APENDIKSITIS


A.     Definisi
  1. Appendictomy adalah pengangkatan Appendiks veriflormis karena mengalami peradangan atau perbesaran (Arif Mansjoer, 2000 :331)
Appendicitis adalah appendis vermoformis dan merupakan penyebab nyeri abdomen yang paling akut yang paling sering. (Arif Mansjoer, 2000 :307)
  1. Appendiksitis diklasifikasikan atas appendiksitis akut dan appendiksitis kronis.
  1. Appendiksitis Akut.
Appendiksitis aku adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi. Kejadian tertinggi terjadi pada dekade kedua dan ketiga (Soeparman, 1993: 177)
Berdasarkan keadaan sewaktu operasi dan gambaran histologisnya, appendiksitis akut dibagi menjadi sempel gangrenosa dan perforasi. Pada bentuk simpel ditemukan appendik yang masih uth tapi meradang. Adanya nekrosis yang luas merupakan ciri khas untuk bentuk gangrenosa dimana sering pula ditandai dengan appendik yang pecah atau bahkan hancur. (Soeparman, 1993: 177)
Pada bentuk simpel mula-mula ditemukan udara kemudian pada stadium lebih lanjut appendik sangat terenggang dan pucat. Sedang pada serosa tampak bercak-bercak aksudat fibria. Adanya ganggrenesa atau perforasi, saat operasi akan mudah dikenal. Pada stadium awal didapatkan bertambahnya lekosit polimarnuklear diseluruh lapisan. (soeparman, 1993: 177)
  1. Appendiksitis kronik rekaren
Appendiksitis kronik sebagai suatu penyakit dengan gambaran klinis dan histologis yang khas, masih belum diakui oleh kebanyakan klinis dan ahli patologi. Sampai sekarang belum ada kesepakatan bagaimana gambaran appendik kronik itu lagi pula appendiksitis jarang menyebabkan sembuhnya keluhan-keluhan yang dianggap karena appendik kronik.
Walaupun banyak ahli yang cenderung untuk menghilanhkan istilah appendiksitis kronik, ada juga yang mengartikan bahwa appendiksitis kadang-kadang timbul dalam bentuk Sub Akut atau kronik. (soeparman, 1993: 181)

B.     Etiologi
Sumbatan atau abstraksi lumen merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Abstraksi bisa disebabkan oleh isi yang ada di dalam colon, fekalit : yaitu masa faeses yang membantu : cacing, tumor, pembesaran folikel limposid dan terpelintirnya appendik.
Faktor predisposisi kejadian itu adalah kebiasaan konsumsi rendah serat. Serat rendah kurang merangsang mobilitas faeses dalam usus sehinggapengosongnya lambat dan terjadi kostipasi. Konstipasi akan meningkatkan flora kolon biasanya akan menjadikan faeses keras atau liat.
Selain itu konstipasi juga menaikkan tekanan intrsekal yang bisa mendorong kejadian abstraksi appendik.
Factor predisposisi factor anatomi, ada kecenderungan fomilier yang mempermudah terjadinya gangguan, seperti vaskularisasi yang kurang baik ataupun organ yang terlalu panjang dan sempit.

C.     Patofisiologi
Appendiks pada fase ini terjadi peradangan pada lumari appendik yang menyebabkan edema pada dinding appndik kemudian bakteri akan berpolirasi membuat pus dalam lumen, menginvasi dinding appendik dan disebut appendiksitis akut. Bila appendiksitis berlanjut terus, suply darah akan terganggu oleh bakteri dalam dinding dan distensi lumen oleh sekresi mulus dan membentuk pus. Pengurangan suply darah ini menyebabkan gangreng appendik dan komplikasinya berupa perforasi. Abces dan peritonitis jika tidak terjadi komplikasi, appendik akan berangsur sembuh.
Appendiksitis dapat mulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam watu 24-28 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang, menutup appendiks dengan omentum, usus halus, sehingga membentuk massa peri appendikuler yang secara salah dikenal infiltrat appendiks (Syamsuhidayat, 1998: 14&}.
Appendik yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan membentuk jaringan perut yang menyebabkan berlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlekatan itu dapat menimbulakn keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami aksaserbasi (Syamsuhidayat, 1998 :176-177)

D.     Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala pada appendiksitis bisa berbeda-beda, tergantung dimana posisi ujung appendik (Syamsuhidayat, 1998: 144)
Jika appendik terletak di sisi kolon asenden, gejala lokalnya paling jelas, sedang  letak  di belakang sekum atau ileum distal dan arteri mesentrika komunis, masa inflemasinya akan tertutup olah usus yang ada disebelah depan. Peradangan juga akan memperlihatkan gejala di supra pubis jika letak appendiks tergantung pada operatur pubis superior di sebelah kanan.
Gejala dan terjadinya appendik secara umum adalah :
1.      Nyeri
Pada sebagian kasus, rasa nyeri pertama kali terdapat di epigastrium atau umbilicius. Nyeri yang difus ini akan berkembang menjadi nyeri akut setelah beberapa nyeri-nyeri juga mulai terlokalisir pada Mc Burney. Nyeri akan meningkat saat berjalan atau batuk, berkurang saat berbaring miring kekanan dan kiri kanan ditekuk.
Namun tanda nyeri di titik Mc burney tidak selalu ada, nyeri jika dilakukan rectal taucher.
2.      Nousea, Vomitus, Anorexia
Nousea, vomitus, anarxia ini terjadi di stadium dini setelah tmbulnya rasa nyeri awal. (Iggnatavicus, 1991: 134)
3.      Suhu meningkat
Peningkatan suhu terjadi sebelum waktu 24-36 jam dan perlahan-lahan tingginya hanya sekitar 37,20C-380C. (Iggnatavicus, 1991: 1345).
4.      Nadi meningkat.
Peningkatan nadi tidak selalu terjadi, jika ada peningkatan hanya sedikit dari normal, tidak sampai terjadi talikardi.
Pemeriksaan penunjang.
-        Laboratorium.
Ø      Jumlah leukosit diantara 10.000-19.000 /mm3
Ø      Jumlah netrofil meningkat sampai dengan 75%
Ø      X-ray abdomen bisa menyatukan sumbatan material fekal appendik
E.      Fokus Pengkajian
Pengkajian meliputi biodata, riwayat keperawatn, keluhan utama, pengkajian fisik secarakeseluruhan dan pada yang berhubungan dengan keluhan utama fokus pengkajian post operasi. (carpenito,2000: 487)
v           Konstipasi berhubungan dengan kurangnya mobilisasi, kurangnya nutrisi dampak anastesi.
v           Pola nafas tak berhubungan dengan penumpukan lender.
v           Nyeri ebrhubungan dengan insisi daerah pembedahan.
v           Kurangnya volume cairan berhubungan dengan hipermetabolik, hipertermi.
v           Resiko infeksi berhubungan dengan nyeri.
v           Kurangnya pengetahuan: perawatan pasca bedah berhubungan dengan kurang informasi.
v           Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan rentang gerak.

F.      Diagnosa Keperawatan
1.            Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan perforasi, pembentukan abces.
2.            Resiko tinggi kurangnya volume cerah berhubungan dengan muntah, pembatasan pasca operasi.
3.            Nyeri berhubungan dengan adanya inflamasi jaringan usus pada insisi bedah.
4.            Kurang penyuluhan berhubungan dengan kurang mengingat, salah hipertensi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

G.     Fokus Intervensi
Adapun diagnosa yang munculdengan post op appendiksitis antara lain :
1.      Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca  operasi (Doenges, 2000:41) kriterai hasil, turgor kulit baik, mukosa mulut lembab, tanda vital stabil.
Intervensi :
-        Awasi tanda-tanda vital
-        Awasi membrane mukosa, kaji tugor kulit.
-        Monitor masukan dan  pengeluaran
-        Berikan minum bila pemasukan oral dimulai dan dilanjutkan diet sesuai toleransi setelah flatus positif.
-        Berikan perawatan mulut.

2.      Gangguan rasa nyaman, nyeri dengan adanya insisi bedah (Doenges, 2000: 46)
Kriteria hasil : rasa nyeri hilang / berkurang wajah kelihatan rileks.
Intervensi :
-        Kaji tingkat nyeri
-        Atur posisi tidur (semi fowle)
-        Monitor tanda-tanda vital.
-        Ajarkan teknik relaksasi.
-        Kalaborasi pemberian analgetik.

3.      Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Carpenito, 2000: 57).
Kriteria hasil : Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terpenuhi, wajah kelihatan rileks.
Intervensi :
-        Kaji tingkat aktifitas.
-        Hindari aktifitas yang memberatkan pasien.
-        Bantu dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

4.      Gangguan istirahan, tidur berhubungan dengan nyeri (Carpenito, 200 : 45)
Kriteria hasil : Wajah tampak segar, melaporkan dapat tidur
Intervensi :
-        Kaji pola istirahat.
-        Ciptakan posisi tidur yang nyaman dan mengurangi tekanan daerah luka.
-        Batasi pengunjung.

5.      Resko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah (Doengeos, 2000 : 511).
Kriteria Hasil : Tidak ada infeksi.
Intervensi :
-        Monitor tanda-tanda vital.
-        Kaji keadaan luka operasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar