Selasa, 19 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ANEMIA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 

B.  DEFINISI
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah.(Guyton,1997).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal.(Wong,2003).
Anemia adalah penurunan dibawah normal dadam jumlah eritrosit, banyaknya hemoglobin, atau volume sel darah merah, sistem berbagai jenis penyakit dan kelainan (Dorlan, 1998)

C.  PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).

D.  MANIFESTASI KLINIK
1.    Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi
2.    Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina (sakit dada)
3.    Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2 berkurang)
4.    Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada SSP.
5.    Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau diare)

E.   KLASIFIKASI ANEMIA
1.    Anemia Pasca-Pendarahan (Post Hemorrhagi)
Anemia pasca-perdarahan (post hemorrhagi) adalah anemia yang terjadi akibat kehilangan darah karena kecelakaan, operasi, pendarahan usus, ulkus peptikum, pendarahan karena kelainan obstetric, hemoroid, ankilostomiasis. Jadi umumnya karena kehilangan darah yang mendadak atau menahun.
a.    Kehilangan darah mendadak
1)   Pengaruh yang timbul segera
Akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflek kardiovaskular yang fisiolgis berupa kontraksi arteriola, pengurangan aliran darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (anggota gerak, ginjal dan sebagainya) dan penambahan aliran darah ke organ vital (otak dan jantung)
Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat mengadakan kompensasi.
Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan memperlihatkan gejala pucat, transpirasi, takikardi, tekanan darah normal atau merendah. Kehilangan sebanyak 15-20 % akan mengakibatkan tekanan darah menurun dan dapat terjadi renjatan (shock) yang masih reversibel. Kehilangan lebih dari 20% akan menimbulkan renjatan yang ireversibel dengan angka kematian yang tinggi.
Pengobatan yang terbaik ialah dengan transfusi darah. Pilihan kedua adalah plasma (plasma expanders atau plasma substitute). Dalam pemberian darurat cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia.

2)   Pengaruh lambat
Beberapa jam setelah pendarahan, terjadi pergeseran cairan ekstravaskular ke intravaskular yaitu agar isi intravaskular dan tekanan osmotik dapat dipertahankan, tetapi akibatnya terjadi hemodilusi.
Gejala yang ditemukan ialah leukositosis (15.000-20.000/mm3). Nilai hemoglobin, erirosit dan hematokrit merendah akibat hemodilusi. Untuk mempertahankan metabolisme, sebagai kompensasi sistem eritropoetik menjadi hiperaktif. Kadang-kadang terlihat gejal gagal jantung.

b.    Kehilangan darah menahun
Pengaruhnya terlihat sebagai gejala akibat defisiensi besi, bila tidak diimbangi dengan masukan besi yang cukup.

2.    Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi zat besi sering ditemukan di Indonesia. Anemia defisiensi zat besi merupakan suatu penyakit yang dapat mengakibatkan efeka yang sangat serius pada fungsi jantung dan paru jika tidak segera ditangani. Selain itu juga dapat menyebabkan kematian. Anemia defisiensi besi sering terjadi pada pria atau wanita pasca menopause. Menurut Sneltzer (2002) bahwa penyebab tersering pada anemia yang dialami oleh pria ataupun wanita pasca menopause disebabkan karena kurangnya masukan nutrisi. Selain pada pasca menopause juga dapat terjadi pada bayi. Anemia akibat defesiensi besi untuk sisntesis Hb merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan anak. Frekuensinya berkaitan dengan aspek dasar metabolisme besi dan nutrisi tertentu. Tubuh bayi baru lahir mengandung kira-kira 0,5 g besi, sedangkan dewasa kira-kira 5 g. untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 mg besi harus direabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertama kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel, karena itu untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus direabsorbsi setiap hari.

a.    Etiologi
Menurut patogenesisnya, etiologi anemia defisiensi besi dibagi :
·      Masukan kurang: MEP, defisiensi diet relatif yang disertai pertumbuhan yang cepat.
·      Absorsi kurang: MEP: diare kronis, sindrom malabsorbsi lainnya.
·      Sintesis kurang: transferin (hipotransferinemia congenital).
·      Kebutuhan yang bertambah: infeksi, pertumbuhan yang cepat.
·      Pengeluaran yang bertambah: kehilangan darah karena ankilostomiasis, amubiasis yang menahun, polip, hemolisis intravascular kronis yang menyebabkan hemosiderinemia.

b.    Manifestasi klinik
Penderita tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, iritabel dan sebagainya. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan penyakitnya bersifat menahun.
Tampak pucat terutama pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku, konjungtiva ocular berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white). Papil lidah tampak atrofi. Jantung tampak membesar dan terdengar murmur sistolik yang fungsionil. Pada MEP dengan infestasi ankylostoma akan memperlihatkan perut buncit yang disebut pot belly dan dapat terjadi edema. Tidak ada pembesaran limpa dan hepar dan tidak terdapat diatesis hemoragik. Pemeriksaan radiologis tulang tengkorak akan menunjukkan pelebaran diploe dan penipisan tabula eksterna sehingga mirip dengan perubahan tulang tengkorak dari talasemia.



c.    Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb< 10 g%; MCV < 79 cµ; MCHC < 32%, mikrositik, hipokromik, poikilositosis, sel target. Kurve Price Jones bergeser kekiri. Leukosit dan trombosit normal. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan system eritropoetik hiperaktif dengan sel normoblas polikromatofil yang predominan. Dengan demikian terjadi maturation arrest pada tingkat normoblas polikromatofil. Dengan pewarnaan khusus dapat dibuktikan tidak terdapat besi dalam sumsum tulang. Serum iron (SI) merendah dan iron binding capacity (IBC) meningkat (kecuali pada MEP, SI dan IBC rendah).

d.    Diagnosis
Ditegakkan atas dasar ditemukannya penyebab defisiensi besi, gambaran eritrosit mikrositik hipokromik, SI rendah dan IBC meningkat, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang dan reaksi yang baik terhadap pengobatan denan besi.

e.    Pengobatan
Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan. Kini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 500 µg asam folat. (Saiffudin 2002). Selain itu dapat pula diberikan preparat besi parenteral. Obat ini lebih mahal harganya dan penyuntikannya harus intra muscular dalam atau ada pula yang dapat diberikan secara intravena. Preparat besi parenteral hanya diberikan bila pemberian peporal tidak berhasil.
Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 g% dan disertai dengan keadaan umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung, bronkopneumonia dan sebagainya. Umumnya jarang diberikan transfusi darah karena perjalanan penyakitnya menahun.






3.    Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik secara umum mempunyai abnormalitas morfologi dan pematangan eritrosit tertentu. Morfologi megaloblastik dapat dijumpai pada sejumlah keadaan.

a.    Defisiensi asam folat
Folat berlimpah dalam berbagai makanan termasuk sayuran hijau, buah dan organ binatang (ginjal, hati).
Defisiensi dalam makanan biasanya disertai pertumbuhan cepat atau infeksi yang dapat menaikan kebutuhan asam folat.
Kebutuhan atas dasar berat badan pada anak lebih besar dibandingkan pada orang dewasa. Karena kebutuhan yang meningkat untuk pertumbuhan. Kebutuhan juga meningkat sejalan dengan pergantian (turnover) jaringan. Susu manusia dan binatang memberi pasokan asam folat dalam jumlah yang memadai. Susu domba jelas defisien. suplementasi asam folat harus diberikan bila susu domba merupakan makanan pokok.
Jika tidak diberi suplemen, susu bubuk juga mungkin sumber yang miskin asam folat.
·      Terapi
Bila diagnosis telah ditegakkan dengan sakit berat, anemia diberikan secara oral atau parenteral dengan dosis 1-5 mg/24 jam. Jika diagnosis spesifik belum diragukan 50-100 µg/24 jam folat dapat diberikan selam 1 minggu sebagai uji diagnostic, atau 1 µg/24 jam sianokobalamin parenteral untuk kecurigaan defisiensi vitamin B12. Karena respon hematology dapat diharapkan dalam waktu 72 jam, transfusi hanya terindikasi jika anemia berat atau anak sakit berat. Terapi asam folat harus diteruskan sampai 3-4 minggu.

b.    Defisiensi B12 (kobalamin)
Vitamin B12 dihasilkan dari kobalamin dalam makanan, terutama sumber hewani, produksi sekunder oleh mikiroorganisne.
Defisiensi vitamin B12 dapat disebabkan karena kurang masukan, pembedahan lambung, konsumsi atau inhibisi kompleks B12- factor intrinsic, abnormalitas yang melibatkan sisi reseptor di ileum terminal, atau abnormalitas TCII. Meskipun TCI mengikat 80% kobalamin serum, defisiensi protein ini menyebabkan kadar penurunan B12 tetapi tidak pada anemia megaloblastik.
Kasus defisiensi terdapat pada bayi minum ASI yang ibunya mempunyai diet kurang atau yang menderita anemia pernisiosa.
·      Terapi
Respon hematologist segera akan mengikut pemberian parenteral vitamin B12 (1 mg), biasanya dengan retikulositosis dalam 2-4 hari, bila tidak ada penyakit peradangan yang menyertai. Kebutuhan fisiologis vitamin B12 adalah 1-5 µg/ 24 jam, dan respon hematologist telah diamati dengan dosis kecil ini, ini menunjukan bahwa pemberian minim dosis dapat digunakan sebagai uji terapeutik bila diagnosis defisiensi vitamin B12 diragukan. Jika ada bukti keterlibatan neurologis, 1 mg harus disuntikkan intramuscular harian selama 2 minggu. Terapi rumatan perlu selama hidup penderita, pemberian bulanan intramuscular vitamin B12 cukup.

4.    Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari).
Penyakit ini dapat dibagi menjadi dalam 2 golongan besar yaitu:
·      Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam eritrosit sendiri. Umumnya penyebab hemolisis dalam golongan ini ialah kelainan bawaan (konginetal).
·      Golongan dengan penyebab hemolisis ekstraseluler. Biasanya penyebabnya merupakan faktor yang didapat (acquired).

a.    Gangguan intrakorpuskuler (konginetal)
Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena adanya gangguan metabolisme dalam eritrosit itu sendiri. Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
·      Gangguan pada struktur dinding eritrosit
·      Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit
·      Hemoglobinopatia


1)   Gangguan struktur dinding eritrosit
·      Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membrane eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal.
Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik.
Pengobatan
Transfusi darah terutama dalam keadaan krisis. Pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3 tahun). Sebaiknya diberikan roboransia.

·      Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.

·      A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.

·      Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe fanconi.




2)   Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim
·      Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
·      Defisiensi Glutation reduktase
·      Defisiensi Glutation
·      Defisiensi Piruvatkinase
·      Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
·      Defisiensi difosfogliserat mutase
·      Defisiensi Heksokinase
·      Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

3)   Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang normal Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu :
·      Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain.
·      Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia.

b.    Gangguan ekstrakorpuskuler
Gangguan ini biasanya didapat (acquired) dan dapat disebabkan oleh :
·      Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air), toksin (hemolisin) streptococcus, virus, malaria, luka bakar juga dapat menyebabkan anemia hemolitik.
·      Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya sering menyebabkan penghancuran eritrosit
·      Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat terjadinya reaksi antigen-antibodi. Antagonisme ABO atau inkompatibilitas golongan darah lain seperti Rhesus dan MN.
·      Alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, tetapi dalam tubuh akan melekat pada permukaan eritrosit dan menimbulkan reaksi antigen-antibodi pada permukaan eritrosit dan hal ini dapat menyebabkan hemolisis. Kejadian tersebut dapat ditimbulkan oleh virus, bakteri atau obat-obatan seperti kina, PAS dan insektisida.

Hemolisis dapat pula timbul akibat adanya reaksi autoimun. Perjalanan penyakitnya bergantung pada penyebab hemolisisnya, bisa berlangsung ringan tetapi dapat juga terjadi akut, cepat dan dapat menyebabkan kematian. Pada keadan yang sangat berat sering terjadi hemoglobinuria dan hemoglobin yang bebas ini diduga merusak tubulus ginjal sehingga terjadi oliguria, bahkan kerusakan ginjal itu bukan disebabkan oleh hemoglobin bebas semata-mata, tetapi juga oleh karena terjadinya mikroangiopatia dari pembuluh darah ginjal. Oleh karena terjadi pembuatan trombin yang berlebihan, maka dalam hal ini diperlukan pemberian heparin.
Pengobatan
Pada keadaan yang berat, akibat keracunan obat-obatan, pemberian transfusi darah dapat menolong penderita. Kadang-kadang diperlukan pula transfusi tukar. Pada anemia hemolitik oleh karena proses imun maka pemberian darah harus hati-hati oleh karena hal ini dapat menambah proses hemolisis. Dalam hal ini sebaiknya diberikan transfusi eritrosit yang telah dicuci.
Diberikan pula prednison atau hidrokortison dengan dosis tinggi pada anemia hemolitik imun ini. Bila perlu diberikan preparat kortikosteroid secara intravena.
Apabila didapatkan gagal ginjal akut, maka diberikan cairan dan obat-obatan sesuai dengan penatalaksanaan dari gagal ginjal akut. Pada anemia hemolitik autoimun yang biasanya berlangsung lama, maka disamping pemberian prednison, juga diberikan azatioprin (imuran).

5.    Anemia Aplastik
Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel darah dalam darah tepi, akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.
Sistim limfopoetik dan RES sebenarnya dalam keadaan aplastik juga, tetapi relatif lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem hemopoetik lainnya. Aplasia ini hanya dapat terjadi pada satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik).
Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik), yang hanya mengenai sistem granulopoetik saja disebut agranulositosis (penyakit schultz), sedangkan yang hanya mengenai sistem trombopoetik disebut amegakariostik trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai sistem disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik.

Panmieloptisis (anemia aplastik)
Kecuali jenis kongenital, anemia aplastik biasanya terdapat pada anak berumur lebih dari 6 tahun. Depresi sumsum tulang oleh obat atau bahan kimia, meskipun ,dengan dosis rendah tetapi berlangsung sejak usia muda secara terus-menerus, baru akan terlihat pengaruhnya setelah beberapa tahun kemudian. Misalnya pemberian kloramfenikol yang terlampau sering pada bayi (sejak umur 2-3 bulan), baru akan menyebabkan gejala anemia aplastik setelah ia berumur lebih dari 6 tahun. Disamping itu pada beberapa kasus gejala sudah timbul hanya beberapa saat setelah ia kontak dengan gen penyebabnya.

a.    Etiologi
1)   Faktor konginetal
Sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.

2)   Faktor didapat
·      Bahan kimia: benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
·      Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine, dan sebagainya)
·      Radiasi: sinar, rontgen, radioaktif
·      Faktor individu: alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain-lain
·      Infeksi: tuberkolosis milier, hepatitis dan sebagainya
·      Lain-lain: keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin
·      Idiopatik: merupakan penyebab yang paling sering. Akhir-akhir ini factor imunologis telah dapat menerangkan etiologi golongan idiopatik ini.
b.    Gejala klinis dan Hematologis
Pada prinsipnya berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa aplasia system eritropoetik, granulopoetik dan trompoetik, serta aktifitas relatif sistem limfopoetik dan RES Aplasia sistem eritropoetik dalam darah tepi akan terlihat sebagai retikulositopenia yang disertai dengan merendahnya kadar Hb, hematrokit dan hitung eritrosit. Klinis klien akan terlihat pucat dan berbagai gejala anemia lainya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan sebagainya.

c.    Pengobatan
·      Prednison dan testosteron
Prednison diberikan dengan dosis 2-5 mg/kgbb/hari peroral, sedangkan testosterone dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari sebaiknya secara parenteral. Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa testosteron lebih baik diganti dengan oksimetolon yang mempunyai daya anabolik dan merangsng sistem. Hematopoetik lebih kuat dan diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari peroral. Pada pemberian oksimetolon ini hendaknya diperhatikan fungsi hati.
Pengobatan biasanya berlangsung berbulan-bulan, bahkan dapat sampai bertahun-tahun. Bila telah terdapat remisi, dosis obt diberikan separuhnya dan jumblah sel darah diawasi setiap minggu. Kemudian jika terjadi relaps, dosis obat harus diberikan penuh kembali.

·      Transfusi darah
Transfusi darah diberikan jika hanya diperlukan. Pada keadaan yang sangat gawat (pendarahan masif, pendarahan otak dan sebagainya) dapat diberikan suspense trombosit.

·      Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Untuk menghindarkan dari infeksi, sebaiknya diisolasi dalam ruangan yang ’suci hama’. Pemberian obat antibiotika hendaknya dipilih yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.

·      Makanan
Disesuaikan dengan keadaan, umumnya diberikan makanan lunak. Hati-hati pada pemberian makanan melalui pipa lambung karena mungkin menyebabkan luka/pendarahan pada waktu pipa dimasukkan.

·      Istirahat
Untuk mencegah terjadinya pendarahan, terutama pendarahan otak.

F.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
·      Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
·      Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (molume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
·      Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
·      Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
·      LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
·      Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.
·      Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
·      SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
·      Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik).
·      Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
·      Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
·      Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi.
·      Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik).
·      TBC serum : meningkat (DB).
·      Feritin serum : meningkat (DB).
·      Masa perdarahan : memanjang (aplastik).
·      LDH serum : menurun (DB).
·      Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP).
·      Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster, menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
·      Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam hidroklorik bebas (AP).
·      Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).
·      Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan : perdarahan GI (Doenges, 1999).

G.  KOMPLIKASI
Komplikasi umum anemia meliputi :
1.    Gagal jantung
Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah dikarenakan kegagalan dari ventrikel jantung untuk berkontraksi secara efektif pada saat systole. Akibat kekurangan penyediaan darah, menyebabkan kematian sel dari kekurangan oksigen.
2.    Hipoksia cerebral
Cerebral hypoxia, atau kekurangan penyediaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernafas dengan tiba-tiba.
3.    Kejang
Gerakan yang tidak dikendalikan karena ada masalah di otak disebut kejang.
4.    Perestesia

Menurut sumber lain, anemia juga dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).

H.  PENATALAKSANAAN
·      Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.
1.    Transpalasi sel darah merah.
2.    Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3.    Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4.    Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen.
5.    Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6.    Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.

·      Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
1.    Anemia defisiensi besi
Penatalaksanaan :
·      Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur.
·      Pemberian preparat fe.
·      Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan.
·      Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
2.    Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12.
3.    Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral.
4.    Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan transfusi darah.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


A.  PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1.    Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2.    Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).

3.    Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4.    Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5.    Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6.    Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7.    Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)


8.    Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9.    Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10.  Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

B.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1.    Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).
2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
3.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
4.    Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
5.    Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
6.    Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
7.    Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

C.  INTERVENSI/IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien dengan anemia (Doenges, 1999) adalah :
1.    Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
·      Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
·      Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar